Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hanya diizinkan untuk menikah jika pria sudah berusia 19 tahun dan wanita sudah berusia 16 tahun. Namun, sejak tanggal 16 September 2019, DPR telah mengesahkan revisi terhadap undang-undang ini, sehingga batas usia minimum untuk menikah baik untuk pria maupun wanita adalah 19 tahun. Namun, pada kenyataannya masih banyak anak di bawah usia 19 tahun yang melakukan pernikahan dini. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, terdapat 34 ribu permohonan dispensasi kawin dari bulan Januari-Juni tahun 2020, di mana 97% dari permohonan tersebut diterima dan 60% dari pemohon adalah anak di bawah 18 tahun.
Pernikahan dini dapat dipicu oleh faktor dari dalam diri seseorang atau dari lingkungan sekitar. Menurut Ari (2014), beberapa alasan maraknya pernikahan dini di masyarakat saat ini adalah faktor ekonomi dan pendidikan. Faktor ekonomi biasanya terjadi ketika wanita berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi, sehingga orang tuanya memutuskan untuk menikahkan anak mereka dengan pria yang sudah mapan agar anak mereka dapat hidup lebih baik dan beban orang tua berkurang. Faktor pendidikan terjadi karena kurangnya sosialisasi dari orang tua atau masyarakat di daerah pedesaan, atau anak yang tidak memiliki akses untuk menempuh pendidikan wajib 12 tahun, sehingga mereka tidak masalah jika dinikahkan di usia dini dan beranggapan bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar.
Persiapan pernikahan sendiri sangat banyak, misalnya persiapan catering wedding, tempat acara perniakahan, dekorasi pernikahan harga 1 juta juga mungkin akan di cari demi orang tua bisa menikahkan anaknya segera
Faktor Orang Tua Banyak orang tua yang memutuskan untuk menikahkan anak mereka karena merasa khawatir anak mereka akan melakukan perbuatan zina selama berpacaran, yang dapat menimbulkan aib bagi keluarga mereka.
Faktor Media Massa dan Internet
Di jaman sekarang, sangat mudah bagi semua orang untuk mengakses informasi melalui internet. Jika seorang remaja tidak berhati-hati, mereka dapat terjatuh dalam pergaulan bebas yang dimulai dari rasa penasaran setelah melihat atau membaca informasi yang didapat dari media sosial. Bahkan ada banyak akun di media sosial yang mendukung pernikahan dini.
Faktor Hamil di Luar Nikah Faktor ini merupakan salah satu akibat dari akses mudah terhadap internet. Dengan mudahnya akses internet, anak-anak dapat mengetahui hal-hal yang seharusnya tidak mereka ketahui. Begitu juga dengan informasi tentang seks, pendidikan seks adalah hal yang penting, namun harus tetap dalam pengawasan orang tua atau guru. Jika tidak, dapat menimbulkan dampak negatif. Jika hal ini terjadi, orang tua mau tidak mau harus menikahkan anak mereka meskipun belum mencapai batas usia menikah yang ditentukan.
Menurut teori Erik Erikson (1950), usia remaja adalah saat dimana seseorang mengalami masa identity vs role confusion, yaitu saat remaja sedang dalam proses mencari jati diri yang akan berpengaruh pada hidup mereka dalam jangka panjang. Jati diri ini berhubungan dengan keyakinan, konsep ideal, dan nilai-nilai yang membentuk karakter seseorang. Remaja mungkin menemukan konsep yang berbeda dari yang diterapkan oleh orang tua di rumah dan lingkungan pergaulannya, sehingga mereka menjadi bingung harus mengikuti mana. Selain itu, remaja juga sering kali takut ditolak oleh lingkungannya jika tidak mengikuti jalan berpikir atau tindakan teman-temannya. Misalnya, ketika lingkungan disekitarnya menganggap bahwa berhubungan seksual sebelum menikah adalah hal yang biasa, tapi ajaran dalam keluarga mereka menolak keras tentang seks sebelum menikah.
Jika remaja memilih jalan yang salah dan terjebak dalam pergaulan bebas, hal tersebut bisa menyebabkan pernikahan dini, misalnya karena hamil di luar nikah yang disebabkan oleh remaja secara sadar melakukan hubungan seksual sebelum menikah karena saling menyukai dan bukan karena pemerkosaan. Selain itu, saat remaja adalah saat dimana rasa penasaran seseorang menjadi sangat tinggi dan ingin mencoba hal-hal baru yang ada di sekitarnya tanpa adanya pembatasan dari pihak lain seperti orang tua atau guru.
Dampak Pernikahan Dini Pernikahan dini berarti bahwa pasangan yang melakukan pernikahan belum memenuhi standar dan belum mencapai batas usia yang sesuai untuk masuk ke dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, pernikahan dini dapat menimbulkan beberapa dampak. Beberapa dampak secara psikologis yaitu:
Gangguan Mental Pasangan suami istri remaja yang melakukan pernikahan dini terutama sebelum menginjak usia 18 tahun, memiliki risiko mengalami gangguan mental sebesar 41%. Contohnya seperti depresi, kecemasan, gangguan disosiatif (kepribadian ganda) dan trauma psikologis seperti PTSD. Hal ini diperoleh dari penilitian yang terdapat dalam jurnal Pediatrics (2011).
UNICEF melaporkan bahwa remaja pada dasarnya belum mampu untuk mengelola emosi dan membuat keputusan yang baik. Mereka masih memerlukan bimbingan dari orang-orang yang lebih tua. Sehingga ketika terjadi suatu konflik dalam rumah tangga mereka, tidak sedikit pasangan suami istri remaja yang menyelesaikannya dengan cara kekerasan. Hal inilah yang memicu timbulnya gangguan mental seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu, gangguan mental juga dapat timbul sebagai akibat dari keguguran atau kehilangan anak. Pada dasarnya, tubuh wanita remaja masih belum terlalu kuat untuk mengandung dan melahirkan sehingga sangat rentan terjadi keguguran.
Kecanduan Kencanduan dapat berupa kecanduan pada rokok, narkoba, judi atau minuman keras. Hal ini disebabkan karena beberapa pasangan suami istri remaja tidak dapat menemukan cara yang sehat dan tepat untuk mengekspresikan emosi
Comments